Kawan, kapan terakhir kali kita duduk bersama untuk
merenungkan tentang apa saja? Ditemani berbagai cemilan dan minuman yang kita
suka. Utamanya kau dengan keripik singkongmu dan aku dengan kopi tiramisuku.
Kawan, menurutmu, saat pagi menjelang, siapa yang lebih
berhak mendapatkan udara segar gratis dari Tuhan? Para perokok di jalanan atau
pasien di rumah sakit dengan tabung oksigen berbayar? Para kuli bangunan yang
bekerja demi anak istri atau para mahasiswa yang berangkat lebih awal untuk
posisi brilian saat ujian? Mari kita bicarakan, siapa tau bisa jadi orang yang
lebih bijak di kemudian hari dan tidak pernah menganggap remeh permasalahan di
pagi hari.
Sebelum kita lanjutkan, boleh aku minta sedikit keripik
singkongmu? Cemilan lain seperti tak menarik seleraku. Nanti, kuberi kau dua
teguk kopi ini. Ingat, tak lebih dari dua teguk!
Kawan, kau pernah sakit hati? Dengan keluargamu, mantan
kekasihmu, atau bahkan barangkali aku pernah melukai hatimu tanpa aku sadari? Bagaimana
rasanya? Pasti kau berikir bahwa kaulah korban sesungguhnya dari kejadian
tersebut. Kaulah satu-satunya pihak yang tersakiti. Tak apa. Klasik. Kadang pun
aku begitu. Tapi jika ingin dipikir-pikir, apa tujuan kita mendramakan hal itu?
Agar dikasihani orang-orang? Ah kuno. Ternyata kita kuno dengan terus-menerus
beranggapan bahwa yang-sakit-itu-aku-dan-bukan-kamu-dan-bukan-kalian. Kita sudah
seharusnya berjanji untuk tidak melakukannya lagi. karena apa yang kita pikir
sulit, apa yang kita rasa sakit, maka kenyataan akan datang begitu. Ada bagian
diri kita yang harus “bergerak” dengan leluasa. Berikan hak mereka.
Keripik singkongmu semakin menipis. Dasar tukang makan! Mancung
mana, hidung atau perutmu?
Kawan, menurutmu, siapa yang lebih berhak bahagia, kau atau
ibumu? Kau yang mempunya ibu cantik nan lemah lembut dan rajin membangunkanmu
saat subuh padahal usiamu sudah masuk kepala dua atau ibumu yang melahirkan
anak lelaki berwajah tegas ditambah sedikit semburat lugu dengan rasa sayang
yang tak diragukan? Apa kau bilang? Siapa yang lebih bahagia? Ayahmu? Karena memiliki
kau dan ibumu? Dasar kau anak pandai. Ajari aku bagaimana menciptakan humor
tanpa perlu mengobrak-abrik isi otakku.
Tidakkah kau bosan dengan pertemuan kali ini? Lagi-lagi kau
dengan keripik singkongmu dan aku dengan kopi tiramisuku. Kalau aku, tidak. Terkadang
seseorang butuh orang lain yang bisa menerima semua hal membosankan yang
melekat pada dirinya. Tidakkah kau begitu? Tidak?! Dasar kau sombong! Kau tau? Keripik
singkong itu yang bosan padamu. Percaya padaku!
Aku? Tentu tidak :)
Tangerang, 4 Maret 2014, 20:01
Tidak ada komentar:
Posting Komentar