Jumat, 08 Februari 2013

Sibuk


Hallo sayang,

Maaf beberapa waktu terakhir ini aku teramat sibuk di kantor. Maaf seminggu ini aku hanya bisa pulang ke rumah satu kali. Maaf aku hanya bisa menelponmu barang dua menit. Karena benar saja, menjelang pemeriksaan oleh pusat segala yang ada di kantor berubah sensitif. Setiap orang terlihat pesimis. Bahkan mereka terpaksa menyeduh kopi manis agar pikirannya tak selalu kritis. Kusut memang. Tapi pecayalah, aku akan pulang dengan setumpuk rindu-rindu yang sudah tak sabar ingin kau peluki satu persatu.

Bagaimana anak-anak kita? Selama aku tidak di rumah mereka tetap manis bukan? Jika mereka tanyakan di mana papanya, jawab saja aku ada di sekitar sini. Sedang membuat kejutan. Ah semoga mereka mengerti. Ketika pulang aku ingin mampir sebentar ke toko mainan di tengah kota. Akan aku belikan beberapa mainan baru untuk anak-anak kita. Aku yakin pasti sebenarnya kau melarang jika aku terlalu sering membelikan mainan. Tak apa, Sayang. Selama kita bermain bersama mereka, aku percaya mereka akan paham apa arti mainan yang sebenarnya.

Oh ya, apakah pagimu masih seceria seperti biasanya? Aku harap begitu. Suaramu dari telpon pagiku selalu menggambarkan itu. Sekarang kau tidak perlu repot menyeduhkan aku kopi. Kau bisa lebih lama bersama anak-anak. Sarapan dan minum susu bersama. Di sini, aku seduh kopiku sendiri. Dan tidak lebih nikmat dari seduhanmu. Rasanya tak hanya pahit. Tapi banyak sekali disesapi rindu. Asapnya menjelma wajahmu. Gelasnya seakan rindu usapan lembut tanganmu.

Selama di sini, soreku selalu monoton. Hanya gedung tinggi. Dan langit yang tak begitu seksi. Senjanya ada, tapi seakan tak terlihat. Semuanya hilang rasa ketika aku sendiri. Dan benar saja, hadirmu memang seharusnya untuk melengkapi. Setelah kau menerima surat ini, buatlah secangkir teh kesukaanku. Karena saat menulis pun aku sedang merindukan seaduk demi seaduk teh hangat buatanmu.

Salam.


*Hari ke-27 #30HariMenulisSuratCinta

Sabtu, 02 Februari 2013

Semut

Hai. Selamat pagi, tuan dan nyonya sekalian! Aku harap jam kita memiliki jarum yang putarannya sama. Sehingga tak terasa janggal jika aku menyapa kalian dengan ucapan selamat pagi. Apa kabar, keluarga semut yang berbahagia? Kalian nampak selalu bergerombol dan saling menyayangi satu sama lain. Lain sekali dengan kami. Manusia-manusia banyak yang saling menusuk, mendorong, bahkan jelas-jelas menjatuhkan sesama. Betapa buruknya itikad kami di dunia ini. Wajar saja jika alam muak dengan segala kelakuan kami atasnya.

Menjelang musim dingin, seberapa banyak makanan dan pakaian yang kalian kumpulkan demi tetap bertahan hidup? Ah aku rasa tak tertandingi jumlahnya. Kalian mencari tempat hangat di manapun rimbanya. Dalam tanah, pojokan dinding atau mungkin toples makanan. Sebab kalian ingin saling menyelamatkan, maka kalian bergotong royong mengumpulkan segala hal yang mampu melindungi kalian dari marabahaya apapun. Indah sekali hidup yang seperti itu. Aku tak bisa bayangkan jika manusia-manusia lah yang berperilaku layaknya kalian. Saling bantu, bahu-membahu, pikul-memikul. Jangankan membayangkan, memikirkannya pun aku tak pernah. Manusia-manusia sudah terlalu jahat bahkan kepada diri mereka sendiri. Ada di antara kami yang saling memakan daging sesamanya, tak jarang ada pula yang menjilat ludah kami sendiri. Hina sekali. Doakan kami, agar terhindar dari siksaan Tuhan yang tak terperi.

Jika aku sediakan bergelas-gelas teh manis hangat dan dingin di hadapan kerajaan kalian, maukah kalian ajari kami –para manusia- untuk bisa saling menghidupi seperti yang kalian lakukan selama ini? Mau kah, mau kah, mau kah? Aku mohon, tuan dan nyonya. Kami krisis pemimpin. Jika yang besar tidak bisa membawa kepada kebaikan, biarlah berguru pada yang kecil asalkan tak mengajarkan untuk saling memakan. Aku mohon dengan sangat. Segera balas suratku ini. Aku tunggu. Kalian cukup tinggalkan jejak dengan gula. Maka aku akan tahu di mana kalian berada.

Salam,
UR

*Hari ke-20 #30HariMenulisSuratCinta