Jumat, 30 Januari 2015

Shepia

Kepada Shepia,
Si Kekasih Gelap

Hei Shepia. Aku tak tau harus memanggilmu dengan sebutan apa. Kakak atau adik atau tante. Tapi... tunggu. Biar aku selesaikan surat ini saja.

She, boleh kan aku menyingkat namamu menjadi She? Biar akrab aja gitu... Ah She, kisahmu unik. Tak ku dengar dari buku dongeng atau kabar burung, melainkan lagu. Jadi She, di antara cowok-cowok itu, yang mana kekasih gelapmu? Yang mana pula kekasih terangmu? Saat aku menulis ini, usiaku tak lebih dari 10 tahun. Belum paham makna kekasih, baik yang terang maupun yang gelap. Yang ku tau, kekasih ya kekasih. Kata kasih yang mendapat imbuhan ke- di depannya. Kau tau, She, nilaiku 90 untuk bahasa Indonesia. He he he.

She, rumahmu di mana? Aku ingin naik sepeda ke rumahmu. Di sini banyak tempat indah untuk didatangi. Terlebih dengan sepeda. Kalau kamu tak ada sepeda, aku rela memboncengmu. Aku kuat. Serius, She. A-ku ku-at. Aku bersedia mengajakmu berkeliling. Sampai bosan. Sampai bodoh. Mana tahu, kita bisa jadi sahabat sejati.

She, sungguh aku tak benar-benar mengerti apa maksud ceritamu dari lagu itu. Suatu hari pernah kutanya pada Ibu, "Bu, Shepia ini nama lengkapnya siapa ya?". Dan jawaban Ibu adalah "Kerjakan PR atau radionya Ibu pindahin ke kamar Ibu?". Aku kaget, ternyata pengetahuan Ibu tentang aku lebih luas dari samudra dan segala isinya. Kamu tau, She, setelah sepeda, radio adalah benda favoritku. Kalau tidak ada radio, aku tak akan mengenalmu. Karena lewat radio lah aku mendengar tentangmu, yang dinyanyikan oleh cowok bersuara merdu. Ultimatum Ibu cukup membuatku mengkerut. Kumatikan radio, kukerjakan PR. Terkadang, hidup memang semudah menjalankan perintah Ibu.

She, kamu pernah dengar tentang Cinderella? Yang hidupnya berubah menjadi ajaib setelah mendapatkan sepatu kaca. Atau.. hm... Malin Kundang? Yang dikutuk menjadi batu karena durhaka pada Ibunya. She, kamu tak ubahnya seperti mereka! Kamu hebat! Kamu idola! Dalam kepalaku, tumbuh tanda tanya sebesar pohon kelapa setelah mendengar kisahmu. Kekasih gelap, malam ini ku takkan datang, kisah kita takkan abadi. Dengar She, aku hafal kisahmu yang tertuang dalam lagu itu. Meskipun ya, aku harus mengakui berkali-kali, aku kurang memahaminya. Baiklah, She, umurku tak lebih dari 10 tahun dan aku tak mengerti kenapa kamu harus jadi kekasih gelap sementara lampu dijual bebas di mana-mana. Dan listrik, ada di mana-mana. Kenapa, She?

She, aku memang anak kecil. Tapi aku tau, kisahmu bukan tentang berbahagia. Demi kekasih gelap, aku turut bersedih. Semoga ratapan anak ingusan ini bisa menghiburmu. Kalau kamu berniat membalas surat ini, tolong cantumkan alamat rumahmu selengkap-lengkapnya. Janjiku memboncengimu berkeliling tak akan pernah aku lupa. Kau tau, untuk urusan janji, terkadang anak kecil bisa lebih diandalkan ketimbang orang dewasa.

Sekali lagi, demi kekasih gelap, aku ingin menghiburmu, She.

Salam,
aku yang lupa mencantumkan nama.


#30HariMenulisSuratCinta #2015 #SuratHariKedua

Kamis, 29 Januari 2015

Mama yang Baik

Kepada,
Mama yang baik.

Nggak butuh sebuah atau seribu alasan untuk menjatuhkan surat pertama ini buat kamu, Ma. Aku pun jadi anak pertama dalam hidupmu. Tanpa kamu punya alasan untuk menjadikan aku yang kedua, ketiga atau seterusnya.

Mama yang baik, hasil tes MBTI mengatakan aku adalah seorang ISFP. I untuk Introvert, S untuk Sensing, F untuk Feeling, dan P untuk Perceiving. Bukan, aku bukan sedang membuka mata kuliah Psikologi Kepribadian. Atau sedang berperan sebagai dukun jadi-jadian. Bukan, pokoknya bukan. Aku, seorang introvert, Ma. Yang secara mudah aku pahami sebagai orang yang lebih fokus pada dirinya sendiri. Cenderung lebih menyukai melakukan hal apapun sendirian. Ekstrimnya, bisa mati mendadak jika berlama-lama dalam suatu keramaian orang-orang yang tidak dikenalnya. Tidak banyak bicara, bisa jadi ia banyak menulis. Kamu tau, Ma, aku jarang bilang I Love You. Tapi bukan berarti aku lebih sering nulis I Love You. Aku yakin, kamu nggak butuh itu. Yang kamu butuh adalah aku yang berproses menjadi semakin baik. Persis dengan doa-doamu tiap selepas ibadah, kan? Semoga, Ma, aku tidak menjadi sia-sia seiring dengan harapan yang diam-diam kamu pendam. Semoga, Ma, aku mampu menobatkan cita-citamu sebagai cita-citaku juga.

Mama yang baik, seorang bijak pernah berkata "If a writer falls in love with you, you can never die". Aku memang bukan seorang penulis ((semoga bukan yang dimaksud adalah belum)), tak mungkin juga manusia tidak akan mati. Tapi tulisan-tulisan itu lah yang membuatnya abadi. Kamu, Ma, akan abadi. Di sini, di samping aku, dalam tulisan aku. Aku, seorang introvert, Ma. Yang nggak berani marah di depan kamu. Yang nggak berani bilang sayang langsung ke kamu. Aku merasa kata-kata yang dituliskan bisa lebih manusiawi ketimbang kata-kata yang diucapkan. Aku merasa memendam perasaan bisa jadi lebih menyenangkan. Meskipun akan berakhir menyesakkan. Terlepas dari itu semua, aku menyukai seni ini. Aku menyukai seni di balik layar.

Mama yang baik, anggap saja nasihat anak kepada orang tua bukanlah sebuah kekurangajaran. Tapi halusinasiku bilang, kamu butuh ini, sesuatu yang aku sebut nasihat. Kamu, Ma, nggak pantas untuk takut kehabisan orang-orang yang akan kamu terapkan kebaikan kepada mereka. Jika satu orang pergi, masih ada berjuta-juta populasi manusia di bumi ini. Jika satu pintu tertutup, berbaliklah, pintu lain masih terbuka. Kebaikan nggak akan pernah habis, Ma. Bahkan ketika yang kamu lakukan adalah kebaikan yang itu-itu saja. Yang Tuhan catat sebagai kebaikan yang unggulan. Nggak perlu takut ya, Ma.

Mama yang baik, mungkin aku jarang kangen kamu. Karena ketiak kamu nggak pernah lepas dari mata aku. Aku bukan anak rantau. Aku, anak Mama. Kalo kamu yang kangen aku, tapi aku nggak bisa dihubungin karena hapenya nyemplung ke laut ((misalnya)), silakan buka blog aku yang menceritakan tentang kamu. Kamu, selalu ada.

Ma, selain terimakasih sama kamu, aku juga mau terimakasih sama kakak-kakak yang udah ngadain event #30harimenulissuratcinta ini. Bikin aku sadar, aku harus lebih banyak nulis tentang kamu, dan nggak tentang dia melulu. Terimakasih! Salimku selalu mengarah padamu.

Udah ya, Ma. Kamu selalu hadir dalam setiap doa.

Salam,
Dari aku yang mengaku introvert.


#30HariMenulisSuratCinta #2015 #SuratHariPertama

Kamis, 22 Januari 2015

Sederhana Saja


Saat aku menulis ini, jam dinding di kamar mengarahkan jarum panjangnya hampir ke angka tiga, dan jarum pendeknya di angka tujuh. Hujan belum juga mau berhenti. Air-air itu rasanya seperti sudah dua tahun tak mampir ke bumi. Barangkali ia rindu. Tak diberi ruang sedikit pun kepada matahari untuk sekedar menyampirkan cahayanya di jemuran milik Ibu.

Kau, bagaimana? Jika belum juga kembali ke rumah, bisa aku pastikan kita merasakan hal yang sama. Sama-sama hujan sepanjang hari.  Suhu udara sedikit merendah. Dan kalau kau adalah seorang pemerhati, akan kau temukan beberapa tweet senada dari beberapa orang berbeda. Misalnya, “Duh ((sebut nama kota yang biasanya udaranya tidak dingin)) pagi-pagi gini, berasa di Puncak”. Apa? Nyatanya kau tidak pernah menyadari hal itu? Dua hal yang dapat aku simpulkan adalah, pertama, kau jarang mengecek timeline Twitter-mu, kedua, kau memang bukan pemerhati. Tapi instingku berkata, kau adalah yang kedua. Apa? Aku salah? Coba lihat dirimu.

Liburan baru berjalan dua hari. Apa aku salah ingat? Tidak tahu lah. Mendadak aku hanya mengenal hari libur, lupa sesaat akan Senin, Selasa, Rabu, sampai Minggu. Film dan buku menjadi sahabat sejati bagai selimut di kala dingin. Rasanya aku bisa menghitung kapan pantatku tidak menempel dengan kasur. Dan jawabannya bisa aku pastikan tidak lebih dari sepuluh jari.

Kau tahu, ada beberapa orang yang ditakdirkan untuk tidak banyak bicara. Mereka nyaman dengan itu. Bahkan merasa lebih aman. Aku, bisa jadi salah satunya. Film dan buku yang lebih banyak mengambil alih percakapan dalam kepalaku. Dan sesekali, kamu.

Yang ingin aku sampaikan setelah ini bukanlah lelucon. Bukan pula sesuatu yang sudah aku buktikan. Tapi aku berpikir, bahwa yang diam itu tidak selalu berakhir dengan kecepirit (ups maaf), bisa jadi dia diam-diam rindu. Dan aku mengkhianati judul pada tulisan ini, bahwa rindu tidak sesederhana itu. Iya, itu.

Terimakasih, Tuhan. Telah menciptakan hujan dengan komposisi dan intensitas yang pas.

Source: Google

Minggu, 18 Januari 2015

Review Semester 5

Halo. Halo selamat pagi, siang, sore, malam! Menurut survey kecil-kecilan yang gue lakukan selama kurang lebih 2 menit, semester 5 ini adalah semester paling semrawut yang pernah gue alami selama 2,5 tahun kuliah. Iya, kocar kacir banget ngejalaninnya. Dimulai dari kuota tiap kelas yang tiba-tiba berkurang karena adanya kebijakan baru -awalnya satu kelas bisa isi sekitar 40 mahasiswa, tapi sekarang cuma bisa 25, maksimal 30, itupun dengan syarat harus pergi ke akademik dulu untuk minta tambah kursi-. Angkatan gue yang dari lahir cuma ada 4 kelas, mulai semester 5, jadi ada 6 kelas. Lumayan kzl ya. Pas lagi liburan semester 4 gue nyantai-nyantai isi KRS entaran aja. Eh giliran mau isi malah kalang kabut karena keabisan kursi.

Kuliah hari Senin pertama di semester 5 kemarin gue awali dengan muka penuh tanda tanya pas masuk kelas. "Kok ini banyak orang baru -yang bukan angkatan gue dan bukan senior juga- dah?". Oalah, akhirnya gue paham, banyak junior yang "dewasa sebelum waktunya". Pantesan temen-temen banyak yang "ketendang" ke kelas lain. Ternyata mereka lebih gesit isi KRS dibanding kita. Baiklah~

Jauh sebelum semester 5 ini dimulai, gue udah denger kabar burung dari senior tentang kejahatan periode waktu bernama "Semester 5" ini.

*di tempat fotocopy*
senior 1 (cewek): "aduh, Fa, nanti rasain ya semester 5 yang tugasnya banyak banget. Berat badan aku aja sampe turun. Nih jadi makin kurus"
senior 2 (cewek): "Iya. Aku ngerjain tugasnya sampe mau nangis"
((ngerjain tugas atau lagi stalking IG-nya mantan yang udah punya pacar baru, mb?))

*di lobi kampus*
senior 3 (cowok): "waktu gue semester 5 sih kuliah PIO 2-nya hari Sabtu"
*kemudian petir menyambar dari segala penjuru dunia*
Anxietas bertambah ketika denger ada kuliah hari Sabtu. Tapi untungnya pas jaman gue semester 5 kuliah PIO 2-nya hari Jum'at. Puji Syukur kehadirat Allah swt.

Terlepas dari opini-opini tersebut, gue memang harus menjalani ini semua. Mau tugasnya banyak kek, mau ngerjain tugasnya sampe nangis-nangis kek, nobody cares. Gue, elo, kita, pasti melewati masa-masa kayak gini.

Lanjut.. beberapa minggu pertama, semester 5 ini masih berjalan dengan baik. Bersahabat, mengalir dengan santai. Tapi saat-saat mendekati UTS, semuanya berubah. Mulai dari tugas UTS yang dikerjain secara kelompok, take home tapi nggak boleh nyontek sama sekali, sampe UTS yang dilakukan dua minggu sebelum UAS. Tuhan, salah kami apa? :(

Gue akui, semester 5  ini emang padet banget. Bahkan mikirin untuk pergi jalan-jalan di tengah kejaran tugas pun rasanya gak sanggup. Hilang daya, raib upaya. Semester-semester sebelumnya masih sempet lah nyolong hari Sabtu buat pergi ke Puncak sama temen-temen. Tapi hal itu nggak terjadi di semester ini.  Semakin mendekati weekend, ngerjain tugas makin ditunda. Semakin mendekati hari Senin, pikiran ini semakin ditekan untuk terus kerja.

UTS berlalu, itu artinya beberapa minggu setelahnya akan ada UAS. Beberapa mata kuliah nggak ngadain UAS tertulis, bahkan ada yang nggak UAS sama sekali. Tapi, tunggu, jangan senang dulu. Gue jadi mempercayai satu hal, seiring perkembangan zaman, UAS mengalami perluasan makna. Berikut jenis-jenisnya yang udah gue alami selama semester 5:
1. Tugas makalah yang dirancang sendiri mulai dari judul sampai daftar pustaka, mengaitkan fenomena psikologi dengan Islam adalah UAS.
2. Analisis film yang bertema Psikologi adalah tugas pengantar UAS ((oh Man, mau UAS aja harus ada yang nganterin))
3. Melakukan eksperimen dan menyusun laporan layaknya skripsi adalah UAS (juga).
4. UAS tertulis tapi seminggu sebelumnya udah dikasih tau soal-soalnya adalah UAS (juga).

Gue hilang nafsu makan waktu ngerjain  yang poin pertama. Tak lain dan tak bukan adalah mata kuliah Islam dan Psikologi dengan dosen pengampu Pak Abdul Mujib yang juga menjabat sebagai dekan. Pak, we love you! Maafkan kalo tugas saya agak-agak melipir bahkan menyimpang dari yang seharusnya. Saya ngerjainnya di mekdi sih :( dua hari sebelum deadline yang ditentukan :( tapi finishing segalanya baru dilakukan 2 jam sebelum tugas itu dikumpulin :(

Oke, oke, semua UAS terlewati. Dan dengan ini semester 5 kita akhiri. Gue sama temen-temen udah sempet liburan ke Pulai Pari... but wait! Masih ada satu ganjalan sebesar batu berlian yang nyatanya masih jadi hutang. Yaitu adalah tugas Psikometri! Analisis item pake ITEMAN dan QUEST. Kenapa tugas ini masih ada? Karena kebetulan kelas gue baru banget dapet materi tentang dua aplikasi tersebut di akhir-akhir perkuliahan, yang mana para mahasiswanya meminta tangguhan waktu pengumpulan tugas tersebut dan deadline sudah ditentukan yaitu satu minggu setelah UAS Psikometri.

Selain tugas yang emang banyak dan numpuk, banyak hal lain yang gue lewati selama semester ini. Event yang paling ngeheits menurut gue sih PEMIRA (Pemilu Raya), yaitu ajang demokrasi mahasiswa untuk memilih Ketua BEM -sekarang di kampus gue disebut DEMA (Dewan Mahasiswa). Kebetulan semester ini gue ikut terjun langsung selama prosesnya karena temen gue maju sebagai calon dari independen. Gue dan temen-temen lain bergerak sebagai tim suksesnya. Sayangnya, ternyata kita gak sukses untuk maju sebagai "pengayom" mahasiswa. Tapi gak papa, kita kalah terhormat. Selama PEMIRA, gue jadi tahu, mana yang temen, mana yang temen banget. Ada dua tipe orang yang muncul saat event semacam ini sedang berlangsung, pertama, yang awalnya gak kenal tapi pas PEMIRA jadi sok-sokan nyapa, kedua, yang awalnya kenal eh pas PEMIRA malah kayak gak pernah ketemu. That's all. Gue gak becanda.

Oh ya, kegiatan yang baru gue ikuti di semester 5 ini adalah..... SAMAN! Ciyeee anak saman. Semester 5 ini nggak ada tampil sih, baru latihan aja. Tapi direncakan wisuda akhir Februari nanti menjadi debut pertama gue! Hakhakhak :D

Gue juga ketemu temen-temen baru dari angkatan 2014. Ada Anggi, Gio, Salsa, Ibnu, Taufan, Aji, Hadi, Iko. Adik yang lucu-lucu :))

Selain masalah perkampusan dan persosialitaan, urusan hati masih juga rasa-rasa agak pelik. Gak tau. Pelik aja. Bego aja. Tapi gimana. Hati kan gitu. Sukanya bandel. Yauda sih.

Berikut ada beberapa momen yang bisa terekam dengan kamera, sedikit sih, karena selebihnya terekam di pikiran:

Bareng anak-anak dari Sekolah Khusus Muara Sejahtera. Waktu itu, gue sekelompok sama Restu dan Mia lagi ada tugas Psikodiagnostik Observasi untuk bikin video. Karena kita ambil bidang Pendidikan, maka temen-temen di sini yang kita ambil sebagai objek observasi. Terimakasih untuk pertemuan singkatnya :)


Muka-kocar-kacir-moment


25112014. Ini selepas teater mini yang merupakan rangkaian acara dari kampanye terbuka Bakal Calon Ketua dan Wakil Ketua DEMA-F Psikologi nomor urut 2, Damas-Morita. Pas lagi teateran, tau-tau hujan deras. Tapi pas selesai hujannya juga selesai. Berkah, berkah, berkah! :D

14012015. Liburan sesi pertama ((emang bakalan ada sesi selanjutnya, huh?)). Pulai Pari is in your hand!


15012015. Syukuran kelas di rumah Faris. Meskipun sebenarnya anggota Ruang108  itu ada 35 mahasiswa, tapi gak papa yang dateng syukuran cuma segini. Semoga maksud dan tujuan kita tidak berkurang sedikit pun :")

Aku sister olshop, Abduh brother olshop-nya. Kita sama-sama tahu gimana rasanya dapet customer yang pengertian banget, atau customer yang errrr banget. We're really hard-worker. Masih meragukan kami?


Tersenyumlah. Sebelum senyum kuda jauh lebih manis dibanding senyum kita :))