Sabtu, 08 Agustus 2015

Rindu.

Banyak sekali barang di kamar itu. Yang bersih, yang penting, sampah, entahlah. Tak bisa aku pilih mana yang ingin kubawa pulang, mana yang ingin kubiarkan tinggal. Maka berpindahlah aku ke ruang tamu, untuk sekedar menghirup oksigen yang tak terlalu banyak menyimpan debu.

Waktu berjalan saja tanpa pernah menunggu. Ternyata aku habiskan waktu hampir tiga jam hanya untuk berdiam di ruang tamu. Aku mengutuk diri sendiri, katamu, kau ingin pulang! Baiklah, aku beranjak dan kembali masuk kamar, tak ada yang berubah. Masih saja berantakan, masih saja entahlah. Akhirnya kuputuskan untuk tidak membawa apa-apa. Kecuali dompet, handphone, dan barang kecil lainnya. Kugendong ranselku. Ingin pulang. Tapi aneh, kenapa ransel ini rasanya berat. Seperti ada banyak batu di dalamnya. Aku acuh saja. Karena bingung sendiri tidak memberimu uang satu juta.

Tak perlu aku deskripsikan dengan rinci bagaimana lalu lintas Jakarta menjelang senja. Yang kudengar hanya suara klakson bikin pekak telinga dan suara manusia yang terlahir tanpa kesabaran, terus-menerus berteriak, menyumpahserapahi lalu lintas. Kalian norak atau bagaimana sih.

Sampai di rumah hampir pukul delapan malam. Tas ini sungguh membuat punggungku sial. Penasaran, ingin ku lihat apa isinya. Mana tahu sungguhan dapat uang satu juta.

Aku kaget. Ingin memekik, tapi kurasa itu tak perlu. Akhirnya hanya kaget. Dengan mata terbelalak sedikit. Bukan hanya dompet dan handphone yang ada di dalam tas ini, tapi rindu memenuhi seluruh rongga tas ku. Bahkan sampai pada kantong yang terkecil. Sungguh sial lagi. Ternyata yang lucu bukanlah Sule atau Aziz Gagap, melainkan rindu. Berani sekali mereka menyelinap ke dalam tas dan menyamankan diri di setiap sisi. Sial sial lagi, aku tak pandai menyampaikan emosi dan hanya bisa tersenyum. Aku digelitik rindu.

Kau tahu, aku bukan orang yang rajin menulis diari, bahkan catatan kuliahku tak lebih dari sekedar sub judul yang kukutip dari slide presentasi. Ya, hanya sub judul saja. Tapi rindu adalah tangan-tangan yang tak mampu menulisi buku diari dengan cantik sebelum tahu seberapa baik kabarmu hari ini. Maka sekarang kau paham, mengapa aku belum juga rajin menulis diari. Karena rindu ini pun belum selesai dibagi.

Maka kau berhutang padaku, atau aku berhutang padamu, atau siapa berhutang pada siapa, untuk bisa selesaikan rindu ini.

08/08/2015
14.49