Kepada Shepia,
Si Kekasih Gelap
Hei Shepia. Aku tak tau harus memanggilmu dengan sebutan apa. Kakak atau adik atau tante. Tapi... tunggu. Biar aku selesaikan surat ini saja.
She, boleh kan aku menyingkat namamu menjadi She? Biar akrab aja gitu... Ah She, kisahmu unik. Tak ku dengar dari buku dongeng atau kabar burung, melainkan lagu. Jadi She, di antara cowok-cowok itu, yang mana kekasih gelapmu? Yang mana pula kekasih terangmu? Saat aku menulis ini, usiaku tak lebih dari 10 tahun. Belum paham makna kekasih, baik yang terang maupun yang gelap. Yang ku tau, kekasih ya kekasih. Kata kasih yang mendapat imbuhan ke- di depannya. Kau tau, She, nilaiku 90 untuk bahasa Indonesia. He he he.
She, rumahmu di mana? Aku ingin naik sepeda ke rumahmu. Di sini banyak tempat indah untuk didatangi. Terlebih dengan sepeda. Kalau kamu tak ada sepeda, aku rela memboncengmu. Aku kuat. Serius, She. A-ku ku-at. Aku bersedia mengajakmu berkeliling. Sampai bosan. Sampai bodoh. Mana tahu, kita bisa jadi sahabat sejati.
She, sungguh aku tak benar-benar mengerti apa maksud ceritamu dari lagu itu. Suatu hari pernah kutanya pada Ibu, "Bu, Shepia ini nama lengkapnya siapa ya?". Dan jawaban Ibu adalah "Kerjakan PR atau radionya Ibu pindahin ke kamar Ibu?". Aku kaget, ternyata pengetahuan Ibu tentang aku lebih luas dari samudra dan segala isinya. Kamu tau, She, setelah sepeda, radio adalah benda favoritku. Kalau tidak ada radio, aku tak akan mengenalmu. Karena lewat radio lah aku mendengar tentangmu, yang dinyanyikan oleh cowok bersuara merdu. Ultimatum Ibu cukup membuatku mengkerut. Kumatikan radio, kukerjakan PR. Terkadang, hidup memang semudah menjalankan perintah Ibu.
She, kamu pernah dengar tentang Cinderella? Yang hidupnya berubah menjadi ajaib setelah mendapatkan sepatu kaca. Atau.. hm... Malin Kundang? Yang dikutuk menjadi batu karena durhaka pada Ibunya. She, kamu tak ubahnya seperti mereka! Kamu hebat! Kamu idola! Dalam kepalaku, tumbuh tanda tanya sebesar pohon kelapa setelah mendengar kisahmu. Kekasih gelap, malam ini ku takkan datang, kisah kita takkan abadi. Dengar She, aku hafal kisahmu yang tertuang dalam lagu itu. Meskipun ya, aku harus mengakui berkali-kali, aku kurang memahaminya. Baiklah, She, umurku tak lebih dari 10 tahun dan aku tak mengerti kenapa kamu harus jadi kekasih gelap sementara lampu dijual bebas di mana-mana. Dan listrik, ada di mana-mana. Kenapa, She?
She, aku memang anak kecil. Tapi aku tau, kisahmu bukan tentang berbahagia. Demi kekasih gelap, aku turut bersedih. Semoga ratapan anak ingusan ini bisa menghiburmu. Kalau kamu berniat membalas surat ini, tolong cantumkan alamat rumahmu selengkap-lengkapnya. Janjiku memboncengimu berkeliling tak akan pernah aku lupa. Kau tau, untuk urusan janji, terkadang anak kecil bisa lebih diandalkan ketimbang orang dewasa.
Sekali lagi, demi kekasih gelap, aku ingin menghiburmu, She.
Salam,
aku yang lupa mencantumkan nama.
Si Kekasih Gelap
Hei Shepia. Aku tak tau harus memanggilmu dengan sebutan apa. Kakak atau adik atau tante. Tapi... tunggu. Biar aku selesaikan surat ini saja.
She, boleh kan aku menyingkat namamu menjadi She? Biar akrab aja gitu... Ah She, kisahmu unik. Tak ku dengar dari buku dongeng atau kabar burung, melainkan lagu. Jadi She, di antara cowok-cowok itu, yang mana kekasih gelapmu? Yang mana pula kekasih terangmu? Saat aku menulis ini, usiaku tak lebih dari 10 tahun. Belum paham makna kekasih, baik yang terang maupun yang gelap. Yang ku tau, kekasih ya kekasih. Kata kasih yang mendapat imbuhan ke- di depannya. Kau tau, She, nilaiku 90 untuk bahasa Indonesia. He he he.
She, rumahmu di mana? Aku ingin naik sepeda ke rumahmu. Di sini banyak tempat indah untuk didatangi. Terlebih dengan sepeda. Kalau kamu tak ada sepeda, aku rela memboncengmu. Aku kuat. Serius, She. A-ku ku-at. Aku bersedia mengajakmu berkeliling. Sampai bosan. Sampai bodoh. Mana tahu, kita bisa jadi sahabat sejati.
She, sungguh aku tak benar-benar mengerti apa maksud ceritamu dari lagu itu. Suatu hari pernah kutanya pada Ibu, "Bu, Shepia ini nama lengkapnya siapa ya?". Dan jawaban Ibu adalah "Kerjakan PR atau radionya Ibu pindahin ke kamar Ibu?". Aku kaget, ternyata pengetahuan Ibu tentang aku lebih luas dari samudra dan segala isinya. Kamu tau, She, setelah sepeda, radio adalah benda favoritku. Kalau tidak ada radio, aku tak akan mengenalmu. Karena lewat radio lah aku mendengar tentangmu, yang dinyanyikan oleh cowok bersuara merdu. Ultimatum Ibu cukup membuatku mengkerut. Kumatikan radio, kukerjakan PR. Terkadang, hidup memang semudah menjalankan perintah Ibu.
She, kamu pernah dengar tentang Cinderella? Yang hidupnya berubah menjadi ajaib setelah mendapatkan sepatu kaca. Atau.. hm... Malin Kundang? Yang dikutuk menjadi batu karena durhaka pada Ibunya. She, kamu tak ubahnya seperti mereka! Kamu hebat! Kamu idola! Dalam kepalaku, tumbuh tanda tanya sebesar pohon kelapa setelah mendengar kisahmu. Kekasih gelap, malam ini ku takkan datang, kisah kita takkan abadi. Dengar She, aku hafal kisahmu yang tertuang dalam lagu itu. Meskipun ya, aku harus mengakui berkali-kali, aku kurang memahaminya. Baiklah, She, umurku tak lebih dari 10 tahun dan aku tak mengerti kenapa kamu harus jadi kekasih gelap sementara lampu dijual bebas di mana-mana. Dan listrik, ada di mana-mana. Kenapa, She?
She, aku memang anak kecil. Tapi aku tau, kisahmu bukan tentang berbahagia. Demi kekasih gelap, aku turut bersedih. Semoga ratapan anak ingusan ini bisa menghiburmu. Kalau kamu berniat membalas surat ini, tolong cantumkan alamat rumahmu selengkap-lengkapnya. Janjiku memboncengimu berkeliling tak akan pernah aku lupa. Kau tau, untuk urusan janji, terkadang anak kecil bisa lebih diandalkan ketimbang orang dewasa.
Sekali lagi, demi kekasih gelap, aku ingin menghiburmu, She.
Salam,
aku yang lupa mencantumkan nama.
#30HariMenulisSuratCinta #2015 #SuratHariKedua