Kepada,
Mama yang baik.
Nggak butuh sebuah atau seribu alasan untuk menjatuhkan surat pertama ini buat kamu, Ma. Aku pun jadi anak pertama dalam hidupmu. Tanpa kamu punya alasan untuk menjadikan aku yang kedua, ketiga atau seterusnya.
Mama yang baik, hasil tes MBTI mengatakan aku adalah seorang ISFP. I untuk Introvert, S untuk Sensing, F untuk Feeling, dan P untuk Perceiving. Bukan, aku bukan sedang membuka mata kuliah Psikologi Kepribadian. Atau sedang berperan sebagai dukun jadi-jadian. Bukan, pokoknya bukan. Aku, seorang introvert, Ma. Yang secara mudah aku pahami sebagai orang yang lebih fokus pada dirinya sendiri. Cenderung lebih menyukai melakukan hal apapun sendirian. Ekstrimnya, bisa mati mendadak jika berlama-lama dalam suatu keramaian orang-orang yang tidak dikenalnya. Tidak banyak bicara, bisa jadi ia banyak menulis. Kamu tau, Ma, aku jarang bilang I Love You. Tapi bukan berarti aku lebih sering nulis I Love You. Aku yakin, kamu nggak butuh itu. Yang kamu butuh adalah aku yang berproses menjadi semakin baik. Persis dengan doa-doamu tiap selepas ibadah, kan? Semoga, Ma, aku tidak menjadi sia-sia seiring dengan harapan yang diam-diam kamu pendam. Semoga, Ma, aku mampu menobatkan cita-citamu sebagai cita-citaku juga.
Mama yang baik.
Nggak butuh sebuah atau seribu alasan untuk menjatuhkan surat pertama ini buat kamu, Ma. Aku pun jadi anak pertama dalam hidupmu. Tanpa kamu punya alasan untuk menjadikan aku yang kedua, ketiga atau seterusnya.
Mama yang baik, hasil tes MBTI mengatakan aku adalah seorang ISFP. I untuk Introvert, S untuk Sensing, F untuk Feeling, dan P untuk Perceiving. Bukan, aku bukan sedang membuka mata kuliah Psikologi Kepribadian. Atau sedang berperan sebagai dukun jadi-jadian. Bukan, pokoknya bukan. Aku, seorang introvert, Ma. Yang secara mudah aku pahami sebagai orang yang lebih fokus pada dirinya sendiri. Cenderung lebih menyukai melakukan hal apapun sendirian. Ekstrimnya, bisa mati mendadak jika berlama-lama dalam suatu keramaian orang-orang yang tidak dikenalnya. Tidak banyak bicara, bisa jadi ia banyak menulis. Kamu tau, Ma, aku jarang bilang I Love You. Tapi bukan berarti aku lebih sering nulis I Love You. Aku yakin, kamu nggak butuh itu. Yang kamu butuh adalah aku yang berproses menjadi semakin baik. Persis dengan doa-doamu tiap selepas ibadah, kan? Semoga, Ma, aku tidak menjadi sia-sia seiring dengan harapan yang diam-diam kamu pendam. Semoga, Ma, aku mampu menobatkan cita-citamu sebagai cita-citaku juga.
Mama yang baik, seorang bijak pernah berkata "If a writer falls in love with you, you can never die". Aku memang bukan seorang penulis ((semoga bukan yang dimaksud adalah belum)), tak mungkin juga manusia tidak akan mati. Tapi tulisan-tulisan itu lah yang membuatnya abadi. Kamu, Ma, akan abadi. Di sini, di samping aku, dalam tulisan aku. Aku, seorang introvert, Ma. Yang nggak berani marah di depan kamu. Yang nggak berani bilang sayang langsung ke kamu. Aku merasa kata-kata yang dituliskan bisa lebih manusiawi ketimbang kata-kata yang diucapkan. Aku merasa memendam perasaan bisa jadi lebih menyenangkan. Meskipun akan berakhir menyesakkan. Terlepas dari itu semua, aku menyukai seni ini. Aku menyukai seni di balik layar.
Mama yang baik, anggap saja nasihat anak kepada orang tua bukanlah sebuah kekurangajaran. Tapi halusinasiku bilang, kamu butuh ini, sesuatu yang aku sebut nasihat. Kamu, Ma, nggak pantas untuk takut kehabisan orang-orang yang akan kamu terapkan kebaikan kepada mereka. Jika satu orang pergi, masih ada berjuta-juta populasi manusia di bumi ini. Jika satu pintu tertutup, berbaliklah, pintu lain masih terbuka. Kebaikan nggak akan pernah habis, Ma. Bahkan ketika yang kamu lakukan adalah kebaikan yang itu-itu saja. Yang Tuhan catat sebagai kebaikan yang unggulan. Nggak perlu takut ya, Ma.
Mama yang baik, mungkin aku jarang kangen kamu. Karena ketiak kamu nggak pernah lepas dari mata aku. Aku bukan anak rantau. Aku, anak Mama. Kalo kamu yang kangen aku, tapi aku nggak bisa dihubungin karena hapenya nyemplung ke laut ((misalnya)), silakan buka blog aku yang menceritakan tentang kamu. Kamu, selalu ada.
Ma, selain terimakasih sama kamu, aku juga mau terimakasih sama kakak-kakak yang udah ngadain event #30harimenulissuratcinta ini. Bikin aku sadar, aku harus lebih banyak nulis tentang kamu, dan nggak tentang dia melulu. Terimakasih! Salimku selalu mengarah padamu.
Udah ya, Ma. Kamu selalu hadir dalam setiap doa.
Salam,
Mama yang baik, anggap saja nasihat anak kepada orang tua bukanlah sebuah kekurangajaran. Tapi halusinasiku bilang, kamu butuh ini, sesuatu yang aku sebut nasihat. Kamu, Ma, nggak pantas untuk takut kehabisan orang-orang yang akan kamu terapkan kebaikan kepada mereka. Jika satu orang pergi, masih ada berjuta-juta populasi manusia di bumi ini. Jika satu pintu tertutup, berbaliklah, pintu lain masih terbuka. Kebaikan nggak akan pernah habis, Ma. Bahkan ketika yang kamu lakukan adalah kebaikan yang itu-itu saja. Yang Tuhan catat sebagai kebaikan yang unggulan. Nggak perlu takut ya, Ma.
Mama yang baik, mungkin aku jarang kangen kamu. Karena ketiak kamu nggak pernah lepas dari mata aku. Aku bukan anak rantau. Aku, anak Mama. Kalo kamu yang kangen aku, tapi aku nggak bisa dihubungin karena hapenya nyemplung ke laut ((misalnya)), silakan buka blog aku yang menceritakan tentang kamu. Kamu, selalu ada.
Ma, selain terimakasih sama kamu, aku juga mau terimakasih sama kakak-kakak yang udah ngadain event #30harimenulissuratcinta ini. Bikin aku sadar, aku harus lebih banyak nulis tentang kamu, dan nggak tentang dia melulu. Terimakasih! Salimku selalu mengarah padamu.
Udah ya, Ma. Kamu selalu hadir dalam setiap doa.
Salam,
Dari aku yang mengaku introvert.
#30HariMenulisSuratCinta #2015 #SuratHariPertama
Baru mampir udah suka sama tulisannya :)
BalasHapuswww.fikrimaulanaa.com