Kamis, 22 Januari 2015

Sederhana Saja


Saat aku menulis ini, jam dinding di kamar mengarahkan jarum panjangnya hampir ke angka tiga, dan jarum pendeknya di angka tujuh. Hujan belum juga mau berhenti. Air-air itu rasanya seperti sudah dua tahun tak mampir ke bumi. Barangkali ia rindu. Tak diberi ruang sedikit pun kepada matahari untuk sekedar menyampirkan cahayanya di jemuran milik Ibu.

Kau, bagaimana? Jika belum juga kembali ke rumah, bisa aku pastikan kita merasakan hal yang sama. Sama-sama hujan sepanjang hari.  Suhu udara sedikit merendah. Dan kalau kau adalah seorang pemerhati, akan kau temukan beberapa tweet senada dari beberapa orang berbeda. Misalnya, “Duh ((sebut nama kota yang biasanya udaranya tidak dingin)) pagi-pagi gini, berasa di Puncak”. Apa? Nyatanya kau tidak pernah menyadari hal itu? Dua hal yang dapat aku simpulkan adalah, pertama, kau jarang mengecek timeline Twitter-mu, kedua, kau memang bukan pemerhati. Tapi instingku berkata, kau adalah yang kedua. Apa? Aku salah? Coba lihat dirimu.

Liburan baru berjalan dua hari. Apa aku salah ingat? Tidak tahu lah. Mendadak aku hanya mengenal hari libur, lupa sesaat akan Senin, Selasa, Rabu, sampai Minggu. Film dan buku menjadi sahabat sejati bagai selimut di kala dingin. Rasanya aku bisa menghitung kapan pantatku tidak menempel dengan kasur. Dan jawabannya bisa aku pastikan tidak lebih dari sepuluh jari.

Kau tahu, ada beberapa orang yang ditakdirkan untuk tidak banyak bicara. Mereka nyaman dengan itu. Bahkan merasa lebih aman. Aku, bisa jadi salah satunya. Film dan buku yang lebih banyak mengambil alih percakapan dalam kepalaku. Dan sesekali, kamu.

Yang ingin aku sampaikan setelah ini bukanlah lelucon. Bukan pula sesuatu yang sudah aku buktikan. Tapi aku berpikir, bahwa yang diam itu tidak selalu berakhir dengan kecepirit (ups maaf), bisa jadi dia diam-diam rindu. Dan aku mengkhianati judul pada tulisan ini, bahwa rindu tidak sesederhana itu. Iya, itu.

Terimakasih, Tuhan. Telah menciptakan hujan dengan komposisi dan intensitas yang pas.

Source: Google

1 komentar: