Minggu, 15 Februari 2015

Dari Ulfa, Oleh Ulfa, Untuk Ulfa

Musuhmu yang paling nyata bukanlah orang yang membicarakan aibmu. Melainkan rasa malas yang tinggal dalam dirimu.

Halo, Fa. Lumayan lama nggak nulis surat yah. Nggak, aku nggak mau dengar alasan kamu, karena sesungguhnya aku udah tahu. Kalo kamu bilang kamu terlalu sibuk dengan liburan kamu kemarin, lemme say this, you're wrong. Seharusnya di sana bisa lebih banyak inspirasi kamu yang keluar karena kamu ketemu sama orang-orang baru. Kamu bisa tulis surat untuk ibu pedagang nasi liwet, mbak-mbak sate lontong atau bapak-bapak penjual karak. Atau bahkan kamu tulis surat untuk Ammar, yang entah kenapa sekarang jadi pendiem banget.

Aku tau sih, setiap momen liburan itu patut untuk dinikmati, diambil fotonya, dan direkam memorinya. Kita, Fa, seharusnya bisa memaksimalkan momen-momen itu ke dalam tulisan. Aku akui, aku juga berperan dalam sisi kemalasan kamu. Hell yeah, kita nggak mungkin berpisah, Fa. Bahkan untuk sepersekian detik.

Fa, aku minta maaf. Ternyata aku belum cukup kuat untuk menegakkan hasrat menulismu. Atau hasrat-hasrat positif yang lain. Seperti solat di awal waktu, atau membantu Ibu tanpa disuruh terlebih dulu. Aku minta maaf. Ternyata aku belum cukup membantumu menjadi orang superior yang rendah hati. Aku (dan /  atau juga kamu) belum cukup berani untuk berkata lantang pada dunia. Aku minta maaf. Untuk waktumu yang terbuang sia-sia karena kebanyakan tidur atau bermain handphone berlama-lama. Aku bersumpah, aku minta maaf, Fa.

Fa, ala bisa karena biasa. Mari kita saling mengingatkan. Ini semua, dari Ulfa, oleh Ulfa, untuk Ulfa.

Salam cinta yang sedalam-dalamnya cinta,
Dirimu, Ulfa.


#30HariMenulisSuratCinta #2015 #HariKeTujuhBelas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar