Senin, 30 Januari 2012

Ooooh Hujan

Teruntuk hujan yang menderas

Sore ini agak dingin ya. Mungkin karna kau telah turun sejak pagi hari. Aku menyukai dirimu, terlepas dari apakah kau menyebabkan bencana atau tidak. Aku menyukai dirimu seperti layaknya daun yang gugur. Ikhlas untuk menerimanya.

Kadang aku terbangun ketika kau turun tengah malam menjelang pagi buta. Dimana orang-orang sedang dibuai oleh indahnya mimpi mereka. Atau mungkin ada segelintir yang terpaku memikirkan rindunya. Semisal kau datang bersama angin, aku takut kau membawa serta badai di belakangmu. Aku eratkan pelukan pada guling. Setidaknya itu membantu untuk sedikit tenang. Kemudian perlahan kau mereda. Sampai pada akhirnya banyak embun terduduk manis di atas daun-daun.

Mungkin dalam lubuk hatimu, ada kebosanan yang berarti. Air, air dan air. Begitulah dirimu. Tapi tanpa kau sadar, Tuhan menciptakanmu bukan hanya untuk mengairi bumi. Kau membuat manusia-manusia sadar bahwa ulah mereka terhadap lingkungan tak lagi bersahabat ketika kau berubah menjadi air bah. Menggenangi semua yang ada. Tuhan ingin manusia sadar bahwa tak seharusnya mereka menghancurkan apa-apa yang dipunyai-Nya. Tapi memang dasarnya manusia, air bah pun tak juga mampu membuat mereka sadar. Mereka merusak lagi. Maafkan ulah kami semua, Tuhan.

Lupakan soal manusia pengrusak. Kembali ke topik antara kita. Kau tau? terkadang aku sengaja tak membawa payung ketika bepergian. Padahal dirimu sedang sering-seringnya turun. Aku tak ingin kenangan-kenangan masa lalu menjadi kering. Karena yang bisa membasahinya hanya dirimu. Ketika cuma gerimismu yang datang, aku buka lembaran memoriku perlahan. Agar tak ada satu lembar pun yang terlewat oleh dirimu. Seiring kau menderas, aku biarkan mereka terbuka tak beraturan. Bergerak sesuka mereka. Tertutup atau kembali terbuka. Saat kau berhenti, aku kelum rapi album kenangan itu. Sampai nanti kau datang lagi.

Sekian saja aku sudahi surat ini.

Salam,
Bukan ojek payung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar