Minggu, 20 Januari 2013

Penjual Buku Keliling

Assalamualaikum. Pak? Dua hari yang lalu saya lihat bapak lagi neduh di masjid. Kebetulan saya juga ada di situ. Nemenin ibu saya ngajar TPA. Setelah memperhatikan sedikit, kemudian saya tau ternyata bapak ini penjual buku keliling. Saya bisa lihat dari gembolan yang bapak bawa ada Al-Qur’an dan buku-buku agama lainnya. Setengah jam berlalu. Hujan mulai reda. Lalu bapak memulai lagi perjalanan yang nampaknya masih panjang. Demi makan anak-istri dan tidur nyenyak di ranjang.

Sudah berapa uang yang bapak dapat hari ini? Sudah cukup untuk makan sehari nanti? Ah mungkin saya memang tidak merasakan penderitaan yang bapak alami. Sejatinya kita sama, pak. Cuma saya dan keluarga lebih beruntung. Bapak harus percaya. Keberuntungan bapak lagi disimpan baik-baik sama Tuhan, untuk nanti diberikan pada waktu yang tepat. Tuhan sedang ingin lihat seberapa kuat bapak bertahan.

Pak, saya yakin bapak telah banyak berdoa agar diberikan kehidupan yang cukup, pekerjaan di kantor, uang yang banyak, bahkan kendaraan mewah. Berkali-kali bapak sudah meminta. Tapi semuanya belum datang jua. Pak, percayalah. Semua doa bapak sudah dikabulkan oleh Tuhan, dalam bentuk yang lain. Seperti anak bapak yang berprestasi, mungkin. Atau kesehatan yang bapak dan keluarga rasakan. Tak ada doa yang tak didengar, pak. Saya rasa bapak paham perihal itu. Bapak tau kenapa Tuhan tidak memberikan bapak pekerjaan di kantor? Bisa jadi jika bapak kerja di kantor, bapak terlalu sibuk dengan urusan dunia sehingga lupa shalat jamaah di masjid. Semuanya bisa jadi mungkin, pak.

Semoga bapak dan keluarga selalu dilindungi dari segala hal yang membahayakan. Semoga aspal jalanan ini turut menyertai kepergian bapak mencari rejeki.

Salam.

*Hari ke-7 #30HariMenulisSuratCinta

2 komentar:

  1. 2001 dan 2002, tetapi pada saat itu aku belum menjadi bapak. Ya, tepatnya baru lulus SMA. Ehm.....bagaimana tidak, cerita ini telah ku alami dengan menghabiskan waktu seharian keliling kampung berkilo-kilo ditengah teriknya matahari dan berteduh ketika hujan. Masjid dan mushollah adalah tempat persinggahan untuk mengadu. Selanjutnya, warteg adalah pelepas lapar dan dahaga jika buku-buku daganganku ada yang membeli, akan tetapi jika tidak tidur di masjid atau melanjutkan perjalanan adalah pilihan

    BalasHapus
  2. 2001 dan 2002, tetapi pada saat itu aku belum menjadi bapak. Ya, tepatnya baru lulus SMA. Ehm.....bagaimana tidak, cerita ini telah ku alami dengan menghabiskan waktu seharian keliling kampung berkilo-kilo ditengah teriknya matahari dan berteduh ketika hujan. Masjid dan mushollah adalah tempat persinggahan untuk mengadu. Selanjutnya, warteg adalah pelepas lapar dan dahaga jika buku-buku daganganku ada yang membeli, akan tetapi jika tidak tidur di masjid atau melanjutkan perjalanan adalah pilihan

    BalasHapus