Sejak kecil, aku tak pernah bercita-cita menjadi astronot. Tak terpikir untuk menjamah luar angkasa. Toh aku kira bumi adalah tempat paling nyaman. Tempat cinta kasih bersemayam. Tempat orang-orang baik bersliweran.
Tapi lain halnya ketika aku mulai mengenal cinta. Dan sakit hati pastinya. Aku berpikir untuk memasukkan “astronot” dan “luar angkasa” ke dalam future list yang telah ku buat. Aku mulai tak kerasan di bumi. Banyak orang jahat. Dan kebencian dimana-mana.
Malam tadi, aku tengok bulan. Indah. Bersinar. Tapi tidak. Bulan tidak seutuhnya seperti itu. Sesungguhnya ia tak bersinar. Ia hanya memantulkan cahaya. Permukaannya pun tak rata. Ada sekian banyak asteroid atau meteor yang telah menabraknya.
Seandainya aku ini astronot, akan sesegera mungkin aku pergi ke bulan. Tak peduli berapa puluhribu kilometer jarak antara bulan dengan bumi, tak peduli di bulan ada udara atau tidak, aku hanya ingin menjauhi bumi. Mungkin alien disana lebih baik daripada manusia. Aku bisa berteman dengan mereka. Seperti halnya berteman dengan manusia di bumi. Bahasa? Mudah saja. Tinggal ikuti bagaimana mereka berkomunikasi dan aku akan mulai terbiasa.
Jangan tanya kapan aku kembali ke bumi. Mungkin jika di keadaan di bumi sudah membaik, aku baru akan kembali. Atau jika aku menikah dengan alien tampan, aku tak akan pernah kembali ke bumi.
Percayalah, terpaksa meninggalkan atau ditinggalkan siapapun karena jarak tak lebih sakit daripada karena kemauan kita atau mereka sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar